BismillahirRahmaanirRahiim
Dear All,
Semangat terluhur dari semua kitab suci: Taurat, Zabur, Injil, Al-Qur’an adalah mewujudkan kerajaaan “surgawi langit” di muka bumi. Dalam kerjaan surgawi di langit, tidak ada perang, penjajahan, pertumpahan darah. Semuanya hidup damai berdampingan. Para Sahabat Nabi yang ikut hijrah namun pernah berselisih dan saling berperang sepeninggal Nabi saw, pun akan hidup rukun damai (QS. Maryam, ayat ke-96) di alam surga, karena tiada lagi rasa benci-permusuhan di antara manusia yang menjadi penghuni surga. Lalu mengapa cita-cita kerajaan surgawi di muka bumi belum terwujud? Mengapa manusia masih suka saling berebutan, menjajah, berperang, menumpahkan darah, hanya sibuk memikirkan urusan diri dan kelompok masing-masing?
Jawabannya: karena secara “spiritual” manusia belum menemukan ketenangan atau kedamaian batin dalam dirinya. Agama-agama samawi yang dijalankan oleh sebagian besar umat manusia belum membuahkan ketenangan batin bagi dirinya. Maka sebagai kompensasi belum tercapainya ketenangan atau kedamaian batin itu, maka manusia saling berebut dunia, saling menjajah, saling berperang, saling menumpahkan darah baik atas nama agama ataupun non-agama (sosial-politik-ekonomi-budaya).
Ketika seseorang telah menemukan ketenangan batin yang merupakan “bagian proses” dari PANCALAKU, maka manusia baru bisa terkoneksi dan fana dalam diri-Nya yang Sejati, membaca kitab-Nya dalam dirinya masing-masing dan menemukan kebahagiaan paripurna. Dan karena ia telah menemukan kebahagiaan paripurna dalam batinnya, maka secara lahiriah pun kebahagiaan paripurna batin itu terpancar keluar dengan ingin selalu dan berusaha terus membantu umat manusia seluruhnya, terlepas apapun bangsa, budaya, suku, ras, agamanya, menemukan kebahagiaan paripurna dalam batin masing-masing. Hikmah perlunya menemukan ketenangan batinnya itulah yang juga saya tulis dalam status facebook saya tadi pagi. Tapi nampaknya tidak semua faham maknanya :-). Saya menulis (bagi mereka yang belum membacanya di facebook):
A’uudzuu biLlaahi minasy-syaithonir rajiim
bismiLlaahi r-Rahmaani r-Rahiim
The soul can learn from the silence of the heart
The silence of the heart opens the hidden Truth
The mind cannot reach there, but the true self can reach
because the true self is not the mind
The mind is the bridge between the soul and the objective world
The heart is the bridge between the soul and the true self
But only through the silence of the heart,
the soul can connect and immerse in the True Eternal Self,
open the hidden Truth, and read the beautiful signs of it
without sound, without letter, endlessly.
~ Wiyoso Hadi (Born on Muharram 5, 1395/January 18, 1975- )
“We will show them Our signs in the horizons and within themselves until it becomes clear to them that it is the Truth. But is it not sufficient concerning your Lord that He is, over all things, a Witness?”
(Fussilat (41), verse 53 )
Tentu untuk jangka pendek, melawan penjajahan adalah dengan diplomasi politik dan angkatan bersenjata jika diperlukan. Namun dalam jangka panjang, menghapus total penjajahan sekaligus mewujudkan kerajaaan surgawi di muka bumi adalah dengan menemukan ketenangan batin dalam diri kita masing-masing, dan membantu manusia lainnya menemukan ketenangan sejati batin itu di dalam dirinya. Tentu, ini butuh perjalanan panjang, namun kita harus mulai “menghidupkannya kembali” semangat itu, sebagaimana telah dirintis oleh Habil, Idriis, Ibraahiiim, Ismaa’iil, Is-haaq, Yaq’uub, Yuusuf, Ayyuub, Buddha, Khong Hu Chu, Zakariyaa, Yohannes Pembaptis, Yesus Kristus dan Baginda Nabi Muhammad saw, yaitu semangat hidup BERAGAMA YANG DAMAI karena didasari dari kedamaian batin yang hakiki, yang paripurna. Semoga Allah ta’ala mengampuni saya dan merahmati kita semua.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.”
( QS. Maryaam, ayat ke-96 )
amiin
http://id.linkedin.com/in/yoswhadi
Ketua Dewan Pembina Gerakan SUARA HATI